Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Featured Posts

Rabu, 13 Februari 2013

Maraknya Tawuran Pelajar

Penyebab Tawuran Pelajar
 Tawuran yang kian marak dikalangan pelajar dan mahasiswa diartikan sebagai bukti kebijakan pendidikan yang ada selama ini gagal. Hal ini dikatakan oleh anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Rohmani.
"Kebijakan pendidikan yang selama ini dibangun pemerintah terlalu berorientasi pada nilai atau akademik semata. Semua potensi pendidikan diarahkan untuk mengejar nilai ujian," katanya di Jakarta, Sabtu (29/9).
 Kebijakan pendidikan yang berorientasi pada "score test" dilihat sebagai sebab maraknya tawuran pelajar akhir-akhir ini.
 "Sekarang kita memetik kebijakan yang selama ini dibuat pemerintah," kata legislator yang membidangi masalah pendidikan, kebudayaan, olahraga dan pariwisata itu.
 Ia mengatakan bahwa anak didik yang lemah secara akademik akan termarjinalkan oleh sistem yang ada saat ini. Contohnya, kata dia, anak yang gagal ujian nasional dicap sebagai siswa yang bodoh.
 "Seharusnya pendidikan tidak memberikan stempel pintar atau bodoh. Kesuksesan pendidikan tidak sebatas akademik," katanya.
 Ditegaskannya bahwa ujian nasional patut dievaluasi, karena telah melahirkan pelajar yang ada seperti saat ini, yakni tidak membangun karakter anak didik.

Dampak Tawuran Pelajar

Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

Solusi Untuk Tawuran Pelajar

1. Ubah mindset dan bentuklah opini bahwa tawuran pelajar bukanlah “kenakalan remaja”, tetapi “perbuatan kriminal”. Setiap pelajar yang terlibat, terlebih lagi para provokator dan aktor intelektualnya, harus ditangkap dan diperlakukan sama dengan para kriminal. Kenakan sanksi pidana plus denda sekian juta rupiah. Kalau tidak sanggup bayar denda, tambah lagi hukuman kurungannya. Provokator dan aktor intelektual serta pembunuh harus mendapatkan hukuman paling berat. Ini supaya ada efek jera. Sehingga semua pelajar akan berpikir seribu kali kalau mau tawuran.

2. Sekolah yang siswanya terlibat tawuran harus diturunkan peringkat/grade-nya (sebagaimana berita ini). Selain itu sekolah tersebut juga dilarang menerima siswa baru selama tiga tahun. Ini supaya ada tanggung jawab dari pihak sekolah. Sementara pelarangan menerima siswa baru dimaksudkan untuk “potong generasi” dan memutus tradisi lama. Sehingga siswa baru setelah tiga tahun kemudian adalah siswa yang akan memulai budaya baru yang harus dijamin bersih dari kekerasan.

3. Melarang segala macam bentuk ospek yang berisi perploncoan (kekerasan dan pembodohan). Ospek harus berisi pencerahan yang mengarahkan siswa baru menjadi lebih semangat berilmu dan menjadi orang cerdas. Perploncoan yang diselenggarakan di luar sekolah (yang biasanya diadakan oleh senior dan alumni) harus dibubarkan paksa dan setiap siswa yang terlibat harus dihukum. Jika ada ancaman kekerasan dari senior dan alumni kepada siswa baru untuk ikut perploncoan, maka mereka harus diadukan ke kepolisian.

4. Aktifkan dengan serius kegiatan ekstra kurikuler, seperti keagamaan (ROHIS, ROHKRIS, ROHHIN, ROHBUD, dsb.), KIR, PMR, Pencinta Alam, Bela Diri, Teater, Olah Raga, Musik, Film, dan lain-lain. Dengan berbagai aktivitas ekskul yang positif, tentu para pelajar tidak akan “kurang kerjaan”. Waktu mereka akan habis untuk hal-hal yang berguna. Bukan untuk nongkrong.

5. Ajak para mahasiswa untuk “turun gunung”, membantu membina para adiknya di sekolah. Undang para aktivis HMI, KAMMI, PMKRI, GMNI, GMKI, GMNI, PMII, dll untuk berperan memberikan pencerahan kepada para pelajar mengenai leadership, sosial politik, ekonomi, dst.

6. Jadwalkan agenda silaturahim antar sekolah. Saling berkunjung satu sama lain. Terutama sekolah yang pernah tawuran. Pertemukan seluruh siswanya. Jalin komunikasi. Saling berbagi informasi kegiatan di sekolah masing-masing. Dengan silaturahim akan terjalin rasa persaudaraan.